Subscribe & Follow

Kamis, 14 Januari 2016

Tag: , , ,

Resume buku Unholy War John L. Esposito (Terjemahan Arif Maftuhin)

RESUME

BUKU UNHOLY WAR[1] KARYA JOHN L. ESPOSITO

TERJEMAHAN ARIF MAFTUHIN[2]

Thibburruhany

 

Pendahuluan

            Lebih dari satu dekade sejak tragedi World Trade Center (WTC) 11 September 2001 menyisakan perdebatan panjang tentang pertanyaan tentang Islam dan dunia muslim. Mengapa Islam membenci Amerika? Mengapa Islam lebih militan dari agama lain? Apakah yang sebenarnya dikatakan oleh al-Qur’an tentang jihad dan perang suci? Adakah benturan-benturan peradaban antara dunia Barat dan Muslim? Bagaimanapun juga sekarang ini adalah masa-masa paling penting untuk lebih banyak belajar tentang Islam dan akar-akar terorisme. Namun sebelum membahas lebih lanjut permasalahan tersebut, ada baiknya untuk melihat bagaimana bentuk terorisme ‘modern’ berdasar kasus tragedi 11 September 2001.

            Dedengkot teroris, Osama bin Laden, seperti kaum ekstrimis agama lainnya, adalah produk dari pendidikan dan pengalaman-pengalaman dalam hidupnya, produk dari dunia agama yang ia warisi dan ia olah kembali untuk tujuan pribadinya. Seperti dalam sejarah semua agama di dunia, peperangan dan kekerasan adalah bagian dari sejarah muslim. Perbedaannya adalah jika dahulu Ayatullah Khomeini dan banyak pemimpin-aktivisi Islam pernah menyerukan revolusi Islam yang kaffah, baik revolusi yang dengan atau tanpa kekerasan, namun saat itu kebanyakan gerakan ekstrimis di Afrika Utara sampai Asia Tenggara hanya berfokus dan berdampak di tingkat lokal atau regional saja. Osama bin Laden dan al-Qaeda merupakan loncatan besar menuju jihad internasional, dimana jihad tidak terbatas untuk melawan pemerintahan-pemerintahan di dunia muslim dan serangan terhadap perwakilan dan lembaga Barat di negerinya, tetapi menjadikan Amerika dan Barat sebagai target utama dalam perang-teror yang kotor. Mudahnya dapat dikatakan bahwa bin Laden dan al-Qaeda merupakan barometer radikalisme Islam kontemporer.

            Bin Laden dan kaum teroris lainnya mengeksploitasi otoritas masa lalu (Muhammad, al-Qur’an, dan sejarah Islam) untuk alasan agamis, preseden, dan penafsir radikal dalam membenarkan seruan jihad. Mereka mengabsahkan perang, teror, dan bom bunuh diri sebagai mati syahid. Wajiblah, untuk memahami agama dan sumber historis dari keyakinan, nilai-nilai, taktik, dan tindakan mereka. Apakah mereka telah membajak Islam demi tujuan-tujuan kotor mereka, ataukah mereka, seperti klaim mereka, benar-benar merepresentasikan sikap kembali pada ajaran otentik agama?

 

Muhammad, al-Qur’an, dan Jihad

            Sejarah umat Islam dari zaman Muhammad sampai sekarang dapat dibaca dalam kerangka apa yang diajarkan al-Qur’an mengenai jihad. Dua makna umum jihad, tanpa atau dengan kekerasan dibedakan dalam sebuah hadist yang menceritakan Muhammad pulang dari pertempuran, ia memberi tahu kepada pengikutnya, “Kita sekarang tengah pulang dari jihad yang kecil ke jihad yang lebih besar.” Jihad yang lebih besar adalah perang yang lebih sulit dan penting untuk melawan hawa nafsu, egoisme, dengki, dan kejahatan. Dengan memahami berbagai bentuk penafsiran jihad sepanjang sejarah muslim maka akan terlihat jelas perbedaan antara organisasi teroris di satu pihak dan masyarakat muslim di pihak yang lain.

            Sejarah dakwah Muhammad mengajak masyarakat untuk berusaha keras dan berjuang (jihad) memperbaikii komunitas mereka dan mewujudkan kehidupan yang baik yang didasarkan pada iman agama dan bukan pada loyalitas kepada suku mereka. Ini tercatat merupakan salah satu konsep revolusioner yang digagas oleh Muhammad dalam menentang bangsa Arab saat itu. Konsep ini disebut sebagai ‘jihad pembelaan diri’ yang muncul dalam ayat-ayat awal al-Qur’an, diwahyukan sesudah hijrah ke Madinah ketika Muhammad dan pengikutnya mengetahui bahwa mereka akan dipaksa berjuang untuk hidup mereka: “Telah diijinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi karena mereka telah dizalimi, dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa untuk menolong mereka.” (Q.S 22: 39). Watak defensif jihad kemudian diperkuat dalam Q.S al-Baqarah ayat 190. Dari tahun 662 M, sampai saat-saat kritis Muhammad menerima wahyu dari Tuhan yang menjadi pedoman untuk berjihad. Al-Qur’an memberikan pedoman yang mendetil tentang aturan main perang: siapa yang wajib berperang dan siapa yang tidak (Q.S 48 : 17), kapan permusuhan harus dihentikan (Q.S 2 : 192), bagaimana para tawanan perang harus diperlakukan (Q.S 47 : 4). Teladan sang nabi dan hukum Islam memberikan jawaban atas pertanyaan bagaimana umat Islam mesti bertindak dan menjadi petunjuk bagi keputusan dan perilaku orang muslim.

 


 

Gerakan Jihad Revolusioner

            Dunia Islam awal, seperti di kebanyakan masyarakat muslim saat ini menghadapi teror dari gerakan-gerakan ekstrimis agama. Kaum Khawarij dan Assasins (Ismailiyah Nizariyah) merupakan contoh awal tentang perselisihan yang dapat menggiring pada perang kotor mengatasnamakan Islam. Hingga pada abad kedelapan belas, dunia Islam mengalami gelombang revivalisme Islam yang menjadi kunci untuk memahami benak para reformis dan ekstrimis hari ini. Di abad ini ide-ide gerakan Wahabi di Arabia merupakan salah satu contoh revivalisme yang sangat terkemuka dengan tokohnya Muhammad ibn Abd al-Wahhab (1703-1791). Setelahnya kemudian muncul para perintis Revolusi Islam seperti Hassan al-Banna (1906-1949) yang mendirikan Ikhwanul Muslimin Mesir, Maududi (1903-1979) mendirikan Jamaati-Islami di Pakistan. Dan Sayyid Qutb (1906-1966) yang menggunakan dan meradikalkan ide-ide al-Banna dan Maududi. Dimana ia meninggalkan warisan ideologi yang memadukan semua bentuk jihad historis yang utama, mulai dari reformasi Muhammad sampai ekstrimis Khawarij dan Ismailiyah Nizariyah. Dalam waktu singkat, interpretasi Qutb yang lebih radikal, menjadi mode utama bagi organisasi-organisasi aktivis yang baru di seluruh dunia muslim.

 

Pembaruan Islam dan Barat

            Benturan peradaban antara Islam dan Barat memang tidak dapat terelakkan paska tragedi 11 September 2001 di Amerika Serikat namun hal ini juga memaksa banyak pembuat kebijakan, pengamat, media, dan khalayak ramai di Barat untuk menyadari betapa sedikitnya pengetahuan yang sebenarnya mereka miliki tentang agama Islam. Sekarang perjumpaan Islam dengan Barat dan perlunya pembaruan Islam sedang ditanggapi oleh para intelektual, pemimpin agama, maupun para aktivis. Seperti gerakan-gerakan modernis Islam pada akhir abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh, para intelektual dan aktivis Islam saat ini terus melanjutkan proses modernisasi dan pembaruan Islam. Namun demikian, para pembaru sekarang mewakili sebuah tahapan baru yang kreatif dalam hal bahwa mereka tidak hanya merumuskan kembali Islam secara konseptual, tetapi juga menerapkan ide-ide mereka lewat jabatan di pemerintahan dan gelanggang publik. Tokoh yang terlibat dalam suara pembaruan Islam dan dialog peradaban ini antara lain adalah pertama, Anwar Ibrahim, mantan deputi perdana menteri Malaysia dengan terma Convencia Global. Kedua, Mohammad Khatami, mantan presiden Republik Islam Iran yang mengusung terma Dialog Antarperadaban. Dan tokoh ketiga adalah Abdurrahman Wahib, mantan presiden Republik Indonesia, yang menyuarakan konseo Islam Kosmopolitan dan Keragaman Global. Ketiga tokoh tersebut telah memainkan peran penting dalam mendefinisikan terma-terma untuk dialog antarperadaban, dan bukannya benturan peradaban.

            Meskipun demikian, satu hal yang patut juga memerlukan pembaruan ada di pihak Amerika Serikat sebagai representasi kekuatan Barat. Adalah kebijakan luar negeri Amerika di Dunia Islam, pertama adalah sikap keras Amerika terhadap Yasser Arafat tetapi berlaku lunak terhadap kebijakan agresif dan brutal Perdana Menteri Israel Ariel Sharon di Tepi Barat dan Gaza, dan catatan dukunagan AS yang membabi buta dan relatif lama kepada Israel. Kedua, dampak sanksi terhadap lebih dari setengah juta anak-anak Iraq yang tak berdosa dengan sedikit efek kepada Saddam Hussein dan sanksi terhadap Pakistan, sementara standar yang sama tidak digunakan terhadap India dan Israel atar program-program nuklir mereka. Perang melawan terorisme global mestinya tidak menjadi lampu hijau bagi rezim otoriter di dunia muslim untuk menekan oposisi damai, tidak pula membenarkan kemerosotan prinsip dan nilai penting di dalam negeri dan di luar negeri Amerika Serikat. Kajian ulang dan perumusan ulang jika perlu mengenai kebijakan luar negeri Amerika Serikat akan sangat berarti untuk secara efektif membatasi dan membendung terorisme global. Kegagalan untuk melakukan hal ini hanya akan melestarikan budaya dan nilai otoriter, sekuler maupun religius, dan anti-Amerikanisme.



                [1] Judul asli : Unholy War: Terror in the Name of Islam

                [2] Penerbit LkiS Yogyakarta. Cetakan I: Maret 2003. 206 halaman.

About Thibburruhany

Hi, My Name is Hafeez. I am a webdesigner, blogspot developer and UI designer. I am a certified Themeforest top contributor and popular at JavaScript engineers. We have a team of professinal programmers, developers work together and make unique blogger templates.

#simplehipster

--

 

Ads

http://www.lifestory.cf/