Subscribe & Follow

Selasa, 19 Januari 2016

Tag: , ,

Islam Politik di Dunia Kontemporer

RESUME

ISLAM POLITIK DI DUNIA KONTEMPORER

KONSEP, GENEALOGI, DAN TEORI[1]

Thibburruhany

 

Pendahuluan

            Buku berjudul Islam Politik di Dunia Kontemporer; Konsep, Genealogi, dan Teori karya Noorhaidi Hasan ini dilatar belakangi dari perhatian para pengamat dan masyarakat Dunia terhadap Islam setelah peristiwa hancurnya menara WTC pada 11 September 2001. Perhatian ini terpusat pada Islam politik, sebuah konsep yang lebih dulu berkembang di kalangan para sarjana dan pemerhati dunia Islam menyusul pecahnya revolusi Iran 1979. Namun belakangan konsep Islam politik ini belum menemukan rumusan dan definisi yang jelas menyusul berbagai perdebatan dari berbagai kalangan sebab setiap sarjana, pengamat, ataupun pengambil kebijakan memiliki pemahaman yang berbeda-beda tentang Islam politik, seturut disiplin keilmuwan, pendekatan yang digunakan, dan kepentingan mereka masing-masing. Buku ini dimaksudkan untuk menjadi referensi yang memadai sekaligus sebuah upaya untuk dapat memahami fenomena ini secara lebih jernih dan komperhensif. Fenomena Islam politik dalam dunia kontemporer dalam buku ini diawali dengan pembahasan mengenai definisi dan konsep Islam Politik. Lalu dalam bab-bab selanjutnya secara berurutan membahas mengenai, genealogi islam politik, ideologi islam politik, sosiologi islam politik, teori gerakan sosial dan analisis wacana kritis, serta terakhir adalah milisia islamis, demokrasi, dan multikulturalisme pengalaman Indonesia.

 

Definisi dan Konsep Islam Politik

            Sebagaimana disebutkan dalam bab sebelumnya bahwa upaya pendefinisian dan parameter apa yang bisa digunakan untuk mengkategorisasikan sesuatu sebagai Islam politik selalu berujung pada perdebatan dari berbagai kalangan. Berbagai pendapat mengemuka dari yang bernada positif, negatif, sampai peyoratif terhadap pemakaian istilah Islam Politik. Gilles Keppel[2] mendefiniskan Islam politik sebagai gejala sosial-politik di berbagai belahan dunia yang berkaitan dengan aktivitas kelompok individu Muslim yang bergerak berdasarkan landasan ideologi yang diyakini bersama. Oliver Roy mengajukan definisi serupa meski dalam hal ini ia menggaris bawahi tentang terwujudnya ‘Negara Islam’. Nazih Ayyubi menganggap bahwa Islam politik merupakan fenomena yang berkaitan dengan doktrin dan atau gerakan yang meyakini Islam memiliki teori politik dan negara. Dimana Islam kontemporer berkembang sebagai konsekuensi persinggungan antara agama dan politik. Sekaligus menunjukkan nuansa aktivisme yang bertujuan mendorong terjadinya perubahan. Islam ditegaskan bukan sekedar agama, namun juga sebagai ideologi politik. Islam politik adalah sebuah istilah yang dapat digunakan untuk menggambarkan gejala politik keagamaan kontemporer di kalangan masyarakat Muslim yang mengambil beragam bentuk, dari pemikiran, wacana, aksi dampai gerakan yang semuanya itu didasari oleh sebuah ideologi yang bertujuan mengubah sistem yang berlaku menjadi sistem Islami.

            Sebagai gelaja modern yang memperlihatkan persinggungan antara agama dan politik berhadapan dengan arus perubahan sosial, Islam politik melahirkan berbagai varian pemikiran, aksi dan gerakan. Di dalam islam politik melekat visi tentang perubahan terhadap sistem yang berlaku baik secara perlahan-lahan dan parsial maupun serta-merta dan radikal. Dari sinilah lahir radikalisme Islam dimana ia memiliki dua ciri terpenting yaitu, visi tentang tatanan politik Islam yang menolak legitimasi negara-bangsa berdaulat modern dan berupaya mendirikan pemerintahan pan-Islam ataupun merevitalisasi sistem kekhalifahan. Serta penekanan terhadap perjuangan kekerasan (jihad) sebagai metode utama dan bahkan satu-satunya yang dianggap sah untuk mewujudkan perubahan politik. Dengan demikian ukuran radikalisme terletak dalam kecenderungan mengupayakan perubahan sistem yang ada dengan menggunakan kekerasan. Radikalisme yang dipoles dengan semangat dan doktrin jihad melahirkan jihadisme. Istilah ini merujuk pada pemikiran, wacana, dan aksi yang mengesahkan penggunaan kekerasan dengan dalih jihad sebagai strategi untuk mencapai tujuan. Dari jihadisme ini lalu berkembang terorisme Islam. Terorisme adalah puncak aksi kekerasan dimana hal yang paling mendasari terorisme adalah adanya pemikiran dan taktik sistematis yang tujuannya berkait dengan upaya-upaya mengubah sistem dan tatanan politik yang berlaku secara menyeluruh.

 

Genealogi Islam Politik

            Manifestasi islam politik acap kali merupakan cermin persinggungan antara dinamika sosial-ekonomi dan politik yang berlangsung di dataran global dan konteks sosial politik yang berlangsung di tingkat lokal dengan cara mengukuhkan otentisitas dan meneguhakan identitas. Islam politik di dunia Muslim kontemporer berakar pada gerakan puritanisme Islam yang mulai tumbuh pada abad ke-18. Dengan tokohnya Muhammad bin Abdul Wahhab (1703-1792) yang mengambil inspirasi dari ajaran-ajaran Taqiy al-Din Ahmad ibn Taymiyyah (1263-1328). Hampir satu abad setelah pengaruh Muhamamd ibn Abdul Wahab menancapkan pengaruhnya di seluruh Semenanjung Arabia, gerakan reformisme Islam atau lebih dikenal sebagai salafisme, berkembang. Hingga dalam perkembangannya, salafisme mengalami krisis politik akibat kepemimipinan yang rapuh, keterpurukan kondisi sosial ekonomi dan imperalisme Barat. Disaat yang sama, ideologi nasionalis yang didasari etnik-kebangsaan muncul dan bersaing satu sama lain. Bermula pada 1930-an Hasan al-Banna (1906-1949) pendiri Ikhwanul Muslimin di Mesir dan Abdul a’la Maududi (1903-1978) pencetus partai Jama’at-i Islami di Indo-Pakistan memperkenalkan gerakan pemikiran yang berusaha mendefinisikan Islam sebagai ideologi politik, berhadapan  dengan ideologi politik besar lainnya di abad ke-20.

            Gerakan pemikiran Islam sebagai ideologi politik ini kemudian berkembang hingga pada tahun 1953, muncul organisasi Hizb al-Tahrir yang didirikan oleh Taqiy al-Din al-Nabhani dengan mengambil inspirasi dari Sayyid Qutb, salah seorang tokoh Ikhwanul Muslimin setelah al-Banna. Sementara itu di Asia Selatan, melalui Jamaa’t-i Islami, Maududi mengenalkan slogan ‘Islamisasi dari atas’. Maududi berjuang dari dalam ‘sistem’  untuk mendirikan negara Islam dimana Jamaa’t-i Islami berdiri sebagai partai politik yang sah dan terbuka dan aktif berpartisipasi dalam pemilu di Pakistan. Di tahun 1960, ketika Qutb dieksekusi di tiang gantungan di Mesir, islam politik berkembang dan mengambil bentuk di Iran yang saat itu dipimpin oleh Shah Muhammad Reza Pahlevi. Di saat yang bersamaan, sekelompok ulama yang dipimpin Ayatullah Khomeini juga bergerak melawan Pahlevi dengan mengadopsi posisi anti-modernis yang militan. Pergerakan Khomeini dibantu oleh sosok pemikir dan ideolog Syiah terkemuka, Ali Syariati (1933-1977). Pada tahun 1979 setelah pecahnya revolusi Iran, pemerintahan Shah jatuh dan secara resmi Iran menjadi republik Islam pada 1 April 1979. Pada pertengahan tahun 1980-an, varian baru Wahabisme yang lebih konservatif secara politik berkembang di Saudi Arabia dengan menggunakan bendera gerakan dakwah Salafi. Berbeda dengan pengikut Ikhwanul Muslimin dan Jamaati Islami, Salafi mengambil sikap ‘non-politik’ (apolotical quietism) dan menekankan uapaya menyatukan dan membersihkan tauhid umat dari dosa syirik dan bid’ah. Garis pemikiran semacam ini identik dengan kebijakan Saudi menghambat radikalisme yang terus merambat di tubuh aktivisme Islam pada saat itu.

            Mencermati sejarah pertumbuhannya, Islam politik sebenarnya berkembang sebagai bagian dari dinamika power struggle. Ia dalam banyak hal merupakan protes politik yang terbalut dengan simbol-simbol dan wacana agama. Tonggak perkembangan Islam politik berlangsung menyusul kekalahan dunia Arab dari Israel pada Perang 1967. Hingga pada Desember 1979 perang Afghanistan berlangsung  sejak tentara Uni Soviet datang menginvasi Kabul untuk membela pemerintahan Marxis yang dipimpin Partai Demokrasi Rakyat Afghanistan menghadapi perlawanan mujahidin. Ideologi jihad yang terbangun selama perang Afghanistan mendapatkan artikulasi dan format baru ketika al-Zawahiri dan bin Laden mengembangkan sebuah visi gerakan jihad: perang melawan jahiliyyahisme harus langsung ke sumbernya yakni kaum Salabis, yang identik dengan Amerika Serikat, sekutunya, dan Zionis Israel. Inilah embrio awal terbentuknya organisasi al-Qaeda yang digambarkan sebagai sejenis merek dagang dan konglomerasi multinasional. Dimana ia bukan organisasi dalam pengertian rigid yang memiliki garis dan struktur komando dari atas sampai bawah. Namun yang pasti mereka semua diikat oleh keyakinan yang sama: jihad sebagai satu-satunya jalan menuju kejayaan.

 

Note :

Ringkasan tentang bab selanjutnya akan saya susulkan dilain hari. Atau daripada menunggu kalian bisa membeli atau mencari bukunya di perpustakaan terdekat.



                [1] Penulis : Noorhaidi Hasan. 214 halaman. Cetakan Pertama : Januari 2012. SUKA Press : Yogyakarta.

                [2] Dalam bukunya, Jihad: The Trail Of Political Islam

About Thibburruhany

Hi, My Name is Hafeez. I am a webdesigner, blogspot developer and UI designer. I am a certified Themeforest top contributor and popular at JavaScript engineers. We have a team of professinal programmers, developers work together and make unique blogger templates.

#simplehipster

--

 

Ads

http://www.lifestory.cf/